#Pilihan #Sosial

Persatuan Umat Buddha Indonesia: Gerakan Dakwah Muhammadiyah Mengagumkan

Ketua Umum Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), Prof. Dr. Philip K. Wijaya mengatakan, Muhammadiyah berperan besar dalam perjalanan peradaban Republik Indonesia. Sejak sebelum kemerdekaan, awal-awal kemerdekaan, transisi era reformasi, hingga saat ini senantiasa melakukan kerja-kerja nyata bagi bangsa dan negara.

“Saya memiliki kekaguman tersendiri terhadap Muhammadiyah, yang mampu berkembang dan semakin menancapkan eksistensinya dari masa ke masa. Terutama dalam hal pelayanan-pelayanan kepentingan sosial. Seperti pendidikan, kesehatan, panti asuhan, termasuk kebencanaan. Muhammadiyah sangat siap, sigap dan berpengalaman dalam itu semua. Sebagai orang di luar Muhammadiyah, bahkan di luar Islam, saya sangat mengagumi sepak terjang dan peran-peran Muhammadiyah,” kata dia.

Islam adalah agama yang menarik dan unik, kata Philip, yang muncul relatif belakangan di sekitar abad ke-6 atau ke-7 masehi. Tetapi dalam waktu relatif singkat mampu berkembang dengan pesat dan sampai saat ini menjadi agama dengan jumlah pengikut yang sangat besar dan tersebar di seluruh negara di dunia. Karakter perkembangan Islam yang unik tersebutlah yang juga terjadi di Muhammadiyah. Dalam waktu relatif singkat dari saat didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah ‘tiba-tiba’ sudah memiliki banyak cabang di daerah-daerah lain di luar Yogyakarta dan sudah membangun banyak pusat pelayanan sosial seperti sekolah, klinik, panti asuhan, dan lain-lain.

“Coba dihitung itu sekolah-sekolah Muhammadiyah, rumah sakitnya, sekarang sudah berkembang sedemikian rupa baik secara kuantitas atau jumlahnya. Juga secara kualitasnya. Muhammadiyah ini sangat luar biasa,” pujinya.

Pada konteks politik, organisasi Islam modern tersebut, juga bisa menempatkan posisi dengan baik. Yakni bergerak dalam ranah politik kebangsaan melalui sumbangsih dan kontribusi dalam membangun umat menjadi sosok-sosok unggul yang sadar dan beradab. Peran-peran semacam itu menunjukkan kedewasaan berpikir dan bersikap Muhammadiyah dalam menghadapi dinamika kebangsaan.

“Tapi, tentu tidak bisa sendirian dalam misi memajukan Indonesia. Perlu sinergi dan kolaborasi semua pihak, lintas organisasi, lintas lembaga, lintas suku-budaya, termasuk lintas agama. Umat Buddha secara umum dan terkhusus Permabudhi sangat membuka diri untuk bersinergi dan belajar dari Muhammadiyah, dalam konteks peran-peran kebangsaan. Terutama adalah pada misi-misi perdamaian dan toleransi antarumat beragama,” tuturnya.

Pria yang juga aktif dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jatim itu menegaskan, memupuk toleransi keberagaman dan keberagamaan harus senantiasa diperhatikan. Terlebih Indonesia merupakan bangsa yang beragam. Banyak suku, budaya, bahasa, dan agama.

“Membangun toleransi dan perdamaian adalah kewajiban, dan itu juga sudah ditegaskan Kemenag (Kementerian Agama) yang juga meluncurkan program itu. Ruang-ruang dialog lintas iman harus diperbanyak, sehingga bisa saling memahami satu sama lain,” jelas Philip.

Lebih lanjut, menurut Philip, hal paling utama dalam membangun tenggang rasa atau toleransi antaragama adalah komunikasi dan kesepahaman. Banyak kasus atau konflik yang bermula dari adanya miskomunikasi, sehingga akhirnya itu menyentuh hal-hal yang prinsipil dan sensitif.

“Jadi yang paling penting adalah komunikasi. Dengan pola komunikasi yang terbangun baik, maka akan terbuka ruang-ruang dialog. Dengan adanya ruang-ruang untuk dialog itu, kita jadi bisa lebih terbuka dan bisa memahami yang lainnya, bisa memahami hal-hal sensitif dalam agama Islam, dalam Kristen. Tahu batas-batasnya. Sehingga tidak sampai menyentuh ranah-ranah prinsip berkeyakinan mereka,” ungkap Philip.

Dia mengaku belajar banyak dari Muhammadiyah tentang mengembangkan organisasi dan menjadi kelompok yang moderat dalam bersikap. “Muhammadiyah itu solid. Arahnya jelas dalam memperkuat organisasinya. Sehingga teguh prinsipnya, teguh sikapnya. Mereka juga selalu bisa beradaptasi dengan baik. Terbukti mereka mampu melintas zaman sampai sekarang berusia lebih dari satu abad. Kalau ibarat manusia itu kan sudah sangat tua renta,” tandasnya.

Philip berharap, sinergi dalam membangun moderasi beragama dapat terus ditingkatkan. Terlebih, banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah yang sangat concern dan fokus dalam moderasi beragama. “Saya kenal baik dengan Pak Din Syamsuddin, di Jatim ada Pak Tamhid, dulu ada Almarhum Pak Najib, dan sebagainya. Mereka ini kan tokoh-tokoh luar biasa dalam moderasi beragama. Kami berharap dialog-dialog, diskusi-diskusi, segala bentuk sinergi dalam rangka menjaga keutuhan bangsa dan negara, serta memupuk toleransi terus digalakkan dan ditingkatkan di berbagai lini dan berbagai tingkatan,” tukasnya.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *