Jihad Politik Muhammadiyah di Pileg 2024 Tersendat, Ini 3 Penyebabnya
Ikhtiar jihad politik parlemen di Pemilu 2024 yang dilakukan oleh Muhammadiyah Jawa Timur dinilai tidak optimal. Gerakan lembaga adhoc JipolMu (Jihad Politik Muhammadiyah) yang dibentuk oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur kesulitan menghadapi praktik politik uang yang begitu massif. Meski demikian, hasil ini bisa menjadi bahan evaluasi dan modal berharga bagi gerakan Jipolmu di masa mendatang.
Ketua JipolMu Jawa Timur Muhammad Mirdasy menilai program satu dapil satu kaderMu menghadapi banyak problem, baik di internal maupun eksternal. Namun, dia tidak terkejut dengan hasil yang didapat, sebab program ini baru percobaan pertama.
“Kita sudah berusaha sesuai tugas yang diamanahkan dengan semaksimal mungkin. Dan kita menyadari betul keterbatasan di beberapa aspek, termasuk juga tantangan serta persoalan-persoalan yang dihadapi di lapangan, yang sama sekali tidak mudah. Ini menjadi evaluasi, sekaligus modal berharga untuk mempersiapkan lebih matang ke depannya,” ujar pria yang akrab disapa Gus Mirdasy.
Menurut Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim itu, terdapat tiga faktor penyebab kegagalan misi JipolMu dalam Pemilu 2024. “Pertama, bahwa antara pengurus atau struktural dengan warga Persyarikatan ternyata masih kurang kompak. Ini terbukti dari sekian kali sosialisasi JipolMu. Sangat sulit untuk bisa menyatukan pandangan, apalagi menyatukan pilihan antara pengurus dan warga Muhammadiyah,” kata dia.
“Nama-nama caleg kaderMu yang disebutkan dan didukung oleh JipolMu Jatim tidak serta-merta diamini dan diikuti oleh struktur pimpinan di daerah maupun warga Muhammadiyah di akar rumput. Padahal sudah jelas misinya adalah satu dapil satu kaderMu, maka suara Persyarikatan harus terakomodir menjadi satu untuk menyukseskan satu caleg kaderMu. Tapi sangat susah untuk bisa menyatukan ini,” keluhnya.
Kedua, adalah faktor politik uang masih tinggi, yang ironisnya juga menjangkiti para pengurus dan warga Muhammadiyah. “Ketiga, bahwa fakta di lapangan hampir setiap caleg pemenang memang memiliki modal finansial yang besar. Dan mereka menggunakan kekuatan uang yang relatif banyak, besar dan massif untuk memenangkan kontestasi atau pertarungan itu,” tandasnya.
“Sedangkan kondisi para caleg kaderMu, meskipun memiliki modal sosial yang cukup, tapi sebagian besar adalah para kontestan dengan kemampuan finansial yang terbatas. Ini menjadi problem yang saling terkait, yang tentu saja kita harus evaluasi dan cari solusinya untuk bisa menangkal atau melawan kekuatan uang yang begitu massif ini,” imbuh Gus Mirdasy. UBAY