Tidak Lagi Pakai Wujudul Hilal, Muhammadiyah Kini Pakai Kalender Hijriyah Global
Tentu ironi. Islam sebagai sebuah peradaban yang berusia 14 abad, terhitung sejak hijrahnya Nabi Muhammad, tidak memiliki kalender pemersatu. Berbeda dengan kalender Masehi yang sudah disepakati sejak dulu secara Internasional, umat Islam belum menemukan titik temu dalam penetapan kalender Hijriyah. Sebagai organisasi Islam berkemajuan, Muhammadiyah sudah sejak lama dan tidak pernah berhenti memperjuangkan terbentuknya penanggalan Islam Internasional. Karena, itu merupakan solusi utama dalam memperbaiki sistem waktu Islam secara global.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Hamim Ilyas menuturkan, Muhammadiyah sudah menekankan pentingnya Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) sejak 2015 silam, tepatnya di Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-48 di Surakarta tahun 2022 dalam Risalah Islam Berkemajuan, bahwa penggunaan kalender hijriyah internasional sebagai bagian dari perkhidmatan global. Kalender Hijriyah Global juga sejalan dengan keputusan Organisasi Kerja sama Islam (OKI) yang menekankan terwujudnya KHGT dalam rangka pembaharuan dan membangun citra umat Islam di mata dunia.
“Yang merespon secara kreatif kan Muhammadiyah, untuk penerapan KHGT menjadi bagian dari agama. Karena merupakan bagian dari agama, Muhammadiyah akan segera melaksanakan KHGT itu, dan yang menjadi leading sektor adalah Majelis Tarjih dam Tajdid (MTT) PP Muhammadiyah,” ungkapnya.
Metode atau kriteria penyusunan penanggalan di Muhammadiyah telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan. Mulanya, Muhammadiyah menggunakan kriteria ijtimak qablal ghurub. Kemudian menggunakan kriteria imkanur rukyah sebagai jalan tengah antara hisab dan rukyah. Selanjutnya beralih ke kriteria wujudul hilal. Terakhir, mulai 1445 H/2024 M, Muhammadiyah beralih ke KHGT. Hamim Ilyas mengungkapkan, MTT PP Muhammadiyah sudah melakukan berbagai kajian, seminar, dan sosialisasi seputar penerapan KHGT sesuai dengan prosedurnya.
“Karena hisab Muhammadiyah sebelumnya itu menggunakan hisab hakiki wujudul hilal itu putusan Munas (Musyawarah Nasional) Tarjih, maka penggunaan Kalender Hijiriyah Global pun juga harus melalui Munas Tarjih. Setelah dilaunching nanti Muhammadiyah bisa menggunakan KHGT,” ujarnya.
Dirinya berharap, dengan terwujudnya KHGT, umat Islam bisa melaksanakan ibadah di hari yang sama. Khususnya untuk puasa arafah, karena itu berhubungan dengan wukuf arafah. Sehingga ketika tidak menggunakn kalender hijriyah global, dikhawatirkan bisa menimbulkan perbedaan waktu pelaksanaan. Selain penetapan hari besar Islam, kalender ini juga diharapkan bisa menjadi kalender transaksional umat Islam.
“Ada pengalaman, ketika Rektor Universitas Islam Antarbangsa Malaysia (UIAM) dapat undangan seminar ke Maroko. Karena undangan di Maroko menggunakan Kalender Hijiriyah Global, sementara Rektor UIAM masih menggunakan kalender Malaysia atau yang berlaku di Asia tenggara yang itu lebih lambat satu hari. Kemudian ketika Rektor itu sampai di bandara (Maroko), seminarnya sudah lewat. Sehingga KHG di sini belum bisa menjadi transaksi untuk perjanjian,” urainya.
Secara umum, sambung Hamim Ilyas, dengan menggunakan KHGT, Muhammadiyah sudah menggunakan kalender yang berkemajuan. Menggunakan kalender yang baik untuk dunia modern sekarang. Kalender yang apabila satu hari sama dengan satu tanggal universal dan berlangsung lama seperti kalender Masehi. Tidak satu atau dua tahun, namun selamanya.
“Kalender Masehi itu melalui proses. Kita menempuh proses itu supaya KHGT universal. Karena kalender hijriyah menggunakan lunar atau bulan, maka kriteria, prinsip, dan syaratnya perlu dikaji terus. Untuk sekarang, negara yang sudah menggunakan (secara resmi) adalah Turki. Sudah selama 10 tahun. Kita tim Majelis Tarjih itu sudah ada yang menghitung sampai 200 tahun. Tapi nampaknya nanti yang dilaunching hanya untuk 25 tahun ke depan,” terangnya.
“Yang menggunakan (KHGT) di Indonesia adalah Muhammadiyah, sesama umat Islam di Indonesia belum tentu sama karena masih ada perbedaan. Ini karena ada kesombongan nasional, tidak bisa saling mengakomodasi. Muhammadiyah tentunya tidak sendirian, umat muslim di Eropa Barat, Eropa Timur, dan Amerika Utara juga sudah menggunakan KHGT dan penggunaan kalender ini masih secara masyarakat (organisasi) tidak seperti di Turki,” sambungnya. SAHRONI