Muhammadiyah Harus Menguasai Budaya Media Sosial
Media sosial sekarang seperti pisau bermata ganda, apabila dimasifkan dengan berdakwah dan diamnfaatkan Muhammadiyah dalam menyebarkan Islam berkemajuan maka, portal-portal media Muhammadiyah akan terbuka luas, seperti yang di sampaikan Sholihul Huda MFilI, baginya Muhammadiyah harus mengedepankan narasi-narasi moderasi, toleransi, dan narasi berkemajuan, harus menjadi komitmen Muhammadiyah.
“Orang bisa membaca Muhammadiyah di media sosial bahwa Muhammadiyah menguasai narasi-narasi itu, karena itulah faktor pengaruh masih masifnya di masyarakat yang bersumber dari media sosial, dan ini tugasnya dakwah digital Muhammadiyah untuk menguasai halaman digital,” sampainya.
Dosen Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menyayangkan di kalangan cendekiawan dan intelektual yang seharusnya menunjukan cara pandang yang lebih luas, lebih terbuka dan lebih toleran, tetapi mereka malah menampilkan cara pandang yang tertutup dan menebar kebencian hanya karena perbedaan pendapat,
“cara pandang mereka itu carapandang yang homogen, cara pandang yang serba sama serba satu, hal ini apabila ada yang yang berbeda maka akan di anggap tidak baik dan tidak benar sehingga mereka berpandangan, bahwa orang yang berbeda itu boleh didiskriminasi bahkan boleh di bunuh, hal ini sangat berbahaya di negara Indonesia yang sanga majemuk ini,” ujarnya.
Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya ini menilai munculnya Muhammadiyah phobia ada gejala sosial di masyarakat dalam memamhami perbedaan dengan narasi kebencian, fenomena perbedaan Muhammadiyah dengan mayoritas sudah ada sejak dahulu, tetapi narasinya di terima di media sosial.
“dengan adanya media sosial ini narasi-narasi kebencian sangat terbuka, dan seluruh masyarakat bisa mengakses, saya kira ini yang sangat berbahaya kedepan apabila phobia-phobia di kalangan kelompok-kelompok sosial masyarakat beragama ini tidak dicarikan solusi strategis maka akan menjadi bibit-bibit perpecahan,” jelasnya.