Menjaga Amanah
Assoc.Prof. Dr Mohammad Ghozali, MA, Anggota Corps Mubaligh Muhammadiyah (CMM) Malang Raya dan Dosen Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo
–
إنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,” (QS, al-Ahzab [ ]:72).
Kata amanah dalam bahasa sehari-hari dapat diartikan sebagai sikap tanggung jawab. Apabila seseorang memiliki tanggung jawab pada setiap tugasnya, maka ia akan dipandang menjadi sosok yang amanah. Demikian pula sebaliknya, apabila ia berperilaku khianat, maka ia dianggap menjadi seseorang yang tidak dapat dipercaya. Dalam konsep akhlak Islam, amanah merupakan salah satu akhlak mulia atau kesopanan tinggi.
Pengertian Amanah
Secara lughawi, amanah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata al-amaanah. Kata ini merupakan derivasi dari kata al-amnu yang artinya adalah ketenangan jiwa serta terbebas dari segala rasa takut. Dengan demikian, kata amanah dapat diartikan sebagai sesuatu yang dipercayakan, contoh penggunaan kata amanah yang ada pada kalimat berikut ini, “titipan ialah amanah.” Maknanya ialah suatu hal yang dipercayakan sehingga dapat dijaga, dijamin aman, serta ditunaikan.
Secara istilahi, ada beberapa pendapat dari para ahli. Menurut Abdurrahman as-Sa’di, amanah adalah segala sesuatu yang dipercayakan pada seseorang serta diperintahkan untuk menunaikan hal tersebut. Abul Baqa’ Al-Kaffawi menjelaskan bahwa amanah ialah segala sesuatu yang diwajibkan pada setiap hamba. Contohnya: zakat, shalat, puasa, menjaga titipan seseorang, membayar hutang dan menjaga rahasia. Menurut Quraish Shihab, amanah dapat diartikan sebagai kepercayaan yang diberikan pada seseorang untuk dijalankan dengan baik serta dipelihara sebaik mungkin. Dalam proses menjaga amanah, orang-orang yang mendapatkan amanah juga harus menghindari segala kemungkinan bahwa suatu saat ia akan menyia-nyiakan amanah tersebut, baik secara disengaja ataupun tidak disengaja.
Dari beberapa pengertian yang ada dapat disimpukan bahwa amanah adalah sifat mulia pada diri seseorang. Dengan sifat itu ia mampu menjaga dengan cara sebaik mungkin kepercayaan yang telah diberikan oleh orang lain pada dirinya. Dengan praktik seperti itu, orang amanah selalu dipercayai oleh orang lain yang memberi amanah dan komunitas yang ada di sekitarnya.
Ketika Allah membimbing orang-orang yang beriman kepada akhlak yang mulia, dan akhlak yang paling mulia berada pada diri Nabi Muhammad SAW, Dia juga menjelaskan bahwa kewajiban berakhlak mulia bekonsekuensi pada kerelaan untuk memikul beban berat yang bernama amanah. Allah SWT telah berikan kepada manusia suatu perkara yang besar, sebagaimana firman-Nya, Innā ‘araḍnal-amānata. Al-Imam Fakhrurazi mengatakan bahwa amanah memiliki banyak segi. Di antaranya bahwa amanah itu adalah semua kewajiban agama. Disebut demikian, karena orang yang tidak memenuhinya akan dihukum, dan orang yang patuh menjalankannya akan diberi pahala.
Ada juga yang mengatakan bahwa amanah adalah kalimat laa ilaaha illa Allah. Namun pendapat ini jauh dari maksud, sebab langit, bumi, dan gunung-gunung sudah bersaksi dengan lidahnya bahwa Allah itu Esa, tidak ada Tuhan selain Allah. Ada juga yang berpendapat bahwa anggota badanlah amanah itu. Sebab ia wajib dijaga, seperti telinga, lidah, tangan, kaki, dan alat kelamin, dan anggota badan yang lainnya. Ada juga yang mengatakan, bahwa amanah adalah ma’rifatullah atau mengenal Allah.
Dari penjelasan di atas, secara umum sifat amanah setidaknya dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu amanah kepada Allah, amanah kepada sesama manusia, dan amanah kepada diri sendiri.
Amanah Kepada Allah
Amanah Kepada Allah adalah kewajiban untuk tunduk dan patuh kepada-Nya. Hal ini merupakan konsekuensi dari hubungan antara al-Khaliq atau Sang Pencipta dengan al-makhluq atau yang dicipta. Bentuk amanah yang dimiliki oleh manusia pada Allah atau sang pencipta adalah menjalankan seluruh hal yang diperintahkan oleh Allah serta meninggalkan apa saja yang dilarang oleh Allah. Perintah ini dijelaskan dalam firman Allah pada QS. Al-Anfal [9]: 27
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَٰنَٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.”
Ini adalah seruan Allah SWT kepada orang-orang beriman: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian menghianati Allah dengan meninggalkan kewajiban dan perintah-perintah yang telah dibebankan kepada kalian, serta melanggar larangan-larangan yang tidak boleh kalian dekati; dan janganlah kalian mengkhianati Rasulullah dengan meninggalkan sunnah-sunnahnya, menyelisihi perintahnya, dan melanggar larangannya; serta janganlah kalian menghianati amanah yang telah diberikan kepada kalian dengan menyebar rahasia di antara kalian, melanggar perjanjian yang telah kalian buat, mengingkari barang titipan yang dititipkan orang lain kepada kalian, dan melalaikan hak-hak materiil orang lain yang wajib kalian jaga. Padahal kalian telah mengetahui akibat buruk dari menghianati Allah dan rasul-Nya serta amanat yang telah diserahkan kepada kalian.
Amanah Pada Sesama Manusia
Jenis amanah kedua ialah amanah pada sesama manusia. Jenis amanah ini sangat sering terjadi, karena terkait hak atau kewajiban yang dimiliki oleh setiap manusia. Sementara itu manusia adalah makhluk sosial yang mau atau tidak mau pasti berinteraksi dengan sesamanya. Dalam QS, an-Nisa’ [4]: 158, Allah berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Muhammad Sulaiman al-Asyqar dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, menjelaskan bahwa kalimta amanat dalam ayat ini mencakup seluruh manusia dalam menunaikan segala amanat, dan yang paling penting adalah bagi para pemimpin dan penguasa, di mana mereka wajib menunaikan amanat dan mencegah kezaliman. Juga wajib senantiasa menegakkan keadilan. Itulah limpahan amanah Allah yang harus mereka pikul dalam kebijakan-kebijakan yang mereka buat. Allah juga memerintahkan mereka, apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya menetapkan dengan seadil adilnya. Makna keadilan disini adalah dengan tidak condongnya penguasa kepada salah satu pihak yang bersengketa dan berkontestasi, dan agar tidak mengutamakan seseorang atas orang lain dikarenakan hubungan kekerabatan, jabatan, kemaslahatan pribadi, atau hawa nafsu.
Akan tetapi seorang qadhi atau penguasa memberi putusan bagi yang berhak sesuai dengan yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar pada segala yang diputuskan qadhi atau penguasa. Maha Maha melihat, yakni melihat para penguasa ketika mereka mengeluarkan putusannya, sehingga Allah mengetahui apakah ia punya niat untuk berlaku adil ataukah sengaja memberi putusan dengan pertimbangan hawa nafsu.
Perilaku amanah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai hamba Allah yang hidup di lingkungan masyarakat, manusia dituntut untuk memelihara amanah. perilaku elok tersebut dapat diwujudkan pada beberapa hal berikut. 1) Memelihara titipan orang lain dan mengembalikannya dengan utuh sesuai kondisi semula. 2) Menjaga rahasia pribadi, orang lain, keluarga, organisasi, bahkan rahasia negara. 3) Amanah dalam menjaga diri dari penyalahgunaan jabatan. Pelanggaran amanah dapat terjadi apabila jabatan disalahgunakan tidak sesuai dengan tuntutan kebaikan. 4) Memelihara semua nikmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. berupa umur, kesehatan, harta benda, ilmu, dan lain sebagainya. Semua nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. kepada umat manusia adalah amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. 5) Mensyukuri semua yang diberikan oleh-Nya dengan cara menjaga dan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.
Amanah Kepada Diri Sendiri
Amanah terhadap diri sendiri. Amanah ini merupakan kegiatan memelihara dan menggunakan segenap kemampuan dengan menjaga kelangsungan hidup, kesejahteraan dan kebahagiaan diri sendiri. Allah Swt. Berfirman dalam QS, al-Mu’minun [23]: 8.
وَٱلَّذِينَ هُمْ لِأَمَٰنَٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَٰعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”
Jenis amanah ini relatif jarang disadari oleh banyak orang. Dalam ajaran Islam setiap manusia adalah seorang pemimpin, setidaknya pemimpin untuk dirinya sendiri. Sehingga amanah kepada diri sendiri pun harus dilaksanakan dengan baik. Di antara praktik amanah kepada diri sendiri ialah menjaga kesehatan badan maupun pikiran, tidak membiarkan diri sendiri sakit atau terluka karena hal apapun dalam berbagai aspek. Amanah terhadap diri sendiri adalah bagian dari bersyukur kepada Allah. Sebagaimana definisi syukur yang populer :
استعمال النّعم في طاعة الله، وعدم استخدامها في المعاصيْ.
Menggunakan nikmat dalam ketaatan kepada Allah dan tidak menggunakannya dalam kemaksiatan.
Bersyukur kepada Allah adalah dengan cara menggunakan nikmat-Nya dalam ketaatan, dan menhindari penggunaannya dalam dosa. Allah SWT senang melihat efek atau atsar dari nikmat yang telah Ia limpahkan atas hamba-Nya. Apakah itu nikmat berupa umur, kesehatan, kelonggaran waktu, harta, kekuasaan, dan lain sebagainya. sebagaimana firman-Nya, Wa amma bini’mati rabbika fa haddits.