Amanah Para Pemimpin
Zainuddin MZ, Direktur Turats Nabawi (Pusat Studi Hadits)
Salah satu sifat terpuji adalah amanah, diambil dari kata al-amnu yang berarti aman, jujur, dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Lawannya adalah khianat yang berdampak tidak aman, bohong, tidak dapat dipercaya dan tidak memiliki tanggung jawab.
Tulisan ini tentu sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia yang saat ini akan menyelenggarakan pemilihan pemimpin (presiden) dan juga memilih wakil-wakil rakyat yang akan mengemban tugas mandataris umat.
Jika pilihan masyarakat pada para pemimpin yang amanah, semoga dapat mengantarkan bumi pertiwi ini menuju baldah thayibah yang menjadi cita-cita bangsa secara universal.
Pengertian Kepemimpinan
Amanah menurut bahasa adalah janji atau titipan dan sesuatu yang dipercayakan pada seseorang. Secara etimologis dari bahasa Arab dalam bentuk masdar dari (amina-amanatan) yang berarti jujur atau dapat dipercaya.
Amanah juga bisa berarti titipan yang harus disampaikan kepada orang lain, juga dapat diartikan dapat dipercaya atau terpercaya.
Seseorang dipandang amanah apabila ia dapat dipercaya dan dapat menyampaikan pesan atau titipan kepada orang lain yang berhak.
Al-Qurtubi dalam Tafsirnya berpendapat, bahwa amanah adalah segala sesuatu yang dipikul atau ditanggung manusia, baik sesuatu terkait dengan urusan agama maupun urusan dunia, baik terkait dengan perbuatan maupun dengan perkataan. Hal itu identik dengan sikap tanggung jawab, yakni dimana seseorang berani untuk bertanggung jawab terhadap apa-apa yang telah diucapkan dan dilakukan.
Amanah dalam Kepemimpinan
Pemimpin yang amanah adalah seorang yang mampu menjaga dengan cara sebaik mungkin kepercayaan yang telah diberikan padanya, baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Dapat dipercaya untuk bertanggung jawab terhadap apa-apa yang dijanjikan oleh dirinya dan oleh orang lain.
Ciri-ciri pemimpin yang amanah adalah menepati janji. Dengan menepati janji, dapat dimaknai bahwa orang tersebut memenuhi kepercayaan yang diberikan pada dirinya. Terlepas bahwa janji tersebut datang dari dirinya sendiri atau dari orang lain. Dalam konteks kenegaraan, seorang presiden itu dapat dipercaya dan bertanggung jawab terhadap segala mandat yang dipikulkan padanya.
Dalil Al-Qur’an
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat.” (Qs. Al-Nisa’: 58).
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Qs. Al-Mukminun: 8).
Dalil Hadis Nabi Muhammad SAW
Dalam hadis dipaparkan bahwa sifat amanah merupakan tanda keimanan seseorang, untuk itu kepada orang yang telah dipercayai agar konsekuen dengan janji-janji yang dilontarkan dan mampu menjalani apa saja yang telah dipercayakan oleh umat padanya dengan penuh tanggung jawab. Maka karakter seperti itulah yang dijanjikan akan masuk surga.
Jangan sampai bertindak sebaliknya, karena tidak akan terhimpun dua sifat yang paradok itu pada hati seseorang. Orang yang tidak amanah dapat dipastikan memiliki sifat pembohong, baik bohong terhadap dirinya sendiri, bohong kepada umat, bahkan bohong kepada Allah swt. Maka ancamannya bukan hanya masuk ke neraka, melainkan di derajat neraka yang paling bawah. Firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di derajat neraka yang paling bawah”.
1. Hadis Anas bin Malik
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَا خَطَبَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا قَالَ: لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ، وَلَا دِينَ لِمَنْ لَا عَهْدَ لَهُ
Anas bin Malik ra. berkata: Tidaklah Rasulullah saw. menceramahi kami kecuali disisipi pesan, tidak ada keimanan bagi orang yang tidak memiliki sifat amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak memiliki ikatan perjanjian (komitmen) yang kuat padanya.
Hr. Ibnu Hibban: 194; Ahmad: 12406.
2. Hadis Abu Hurairah
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا يَجْتَمِعُ الْإِيمَانُ وَالْكُفْرُ فِي قَلْبِ امْرِئٍ، وَلَا يَجْتَمِعُ الصِّدْقُ وَالْكَذِبُ جَمِيعًا, وَلَا تَجْتَمِعُ الْخِيَانَةُ وَالْأَمَانَةُ جَمِيعًا
Dinarasikan Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda: Tidak akan terhimpun dua sifat keimanan dan kekufuran dalam hari seseorang, sedemikian pula sifat dapat dipercaya dan kedustaan, demikian pula sifat khiayat dan amanah pada hati seseorang.
Hr. Ahmad: 8577. Periksa Silsilah Hadis Shahih: 1050.
3. Hadis Ubadah bin Shamit
وَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اضْمَنُوا لِي سِتًّا مِنْ أَنْفُسِكُمْ, أَضْمَنْ لَكُمْ الْجَنَّةَ: اصْدُقُوا إِذَا حَدَّثْتُمْ, وَأَوْفُوا إِذَا وَعَدْتُمْ، وَأَدُّوا إِذَا اؤْتُمِنْتُمْ، وَاحْفَظُوا فُرُوجَكُمْ، وَغُضُّوا أَبْصَارَكُمْ، وَكُفُّوا أَيْدِيَكُمْ
Dinarasikan Ubadah bin Shamit ra., Rasulullah saw. bersabda: Berikanlah enam jaminan kalian padaku, maka aku jamin kalian masuk surga. Yaitu, berbicaralah dengan penuh kejujuran, tepatilah apa saja yang kalian janjikan, lakukanlah dengan penuh tanggung jawab apa saja yang telah dipercayakan pada kalian, jagalah kemulan kalian (dari perzinaan), jagalah pandangan kalian (dari berbagai kemaksiatan), dan jagalah tangan kalian (dari berbuat dzalim kepada siapa pun).
Hr. Ibnu Hibban: 271; Ahmad: 22809. Periksa Silsilah Hadits Shahih: 1470.
Tanda Munafik adalah Tidak Amanah
Orang-orang yang tidak pandai menjaga amanah dalam penjelasan hadits berarti ia terindikasi salah satu dari sifat kemunafikan, walaupun ada lagi sifat-sifat kemunafikan lainnya, meskipun ia sosok yang tampaknya suka shalat dan suka berpuasa, bahkan tidak segan-segan ia mengaku dirinya seorang muslim.
Sikap tidak amanah merupakan kedzaliman baik terhadap dirinya sendiri (dzulm li nafsihi atau dzulm lazim) dan kedzaliman kepada orang lain (dzulm li ghairihi atau dzulm muta’addin). Jika dosa akibat kedzaliman pada dirinya sendiri sudah cukup berat, apalagi dampak dari kedzalimannya itu terhadap orang lain, tentu dosanya jauh lebih banyak lagi, naudzu billah min dzalik.
Hadis Abdullah bin Amr
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ( أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا) (وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ) (وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ, كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّث كَذَبَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ, وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ) وَفِي رِوَايَةٍ: (وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ) (وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ)
Dinarasikan Abdullah bin Amr ra., Rasulullah saw. bersabda: (Ada empat hal yang jika bersemayam pada diri seseorang, maka dialah orang munafik yang tulen) (walaupun ia suka berpuasa dan shalat, bahkan mendakwakan dirinya sebagai seorang muslim) (Barangsiapa yang terjangkit salah satu dari sifat-sifat itu, maka pada dirinya terdapat oknum kemunafikan sehingga ia meninggalkannya. Yaitu jika berkata, ia dusta, jika dipercaya, ia khianat, jika berjanji, maka ia mengingkari). Dalam riwayat lain: (Jika berjanji, ia mengingkari) (dan jika ia bermusuhan, maka ia sangat berprilaku keji).
Hr. Bukhari: 33, 34; Muslim: 58, 59; Ahmad: 9147.
Pemimpin Pengkhianat Tanda Kiamat
Ditemukan beberapa hadis yang menjelaskan di antara tanda datangnya kehancuran pada sebuah komunitas adalah adanya pemimpin yang tidak amanah. Yakni hilangnya sifat amanah pada para pemimpin negeri, walaupun mereka masih menjalani shalat, dan klimak kehancuran itu jika para pemimpin telah meninggalkan shalat, andaikan mereka menjalaninya, itupun mereka terasa sangat terbeban, dan tidaklah mereka menjalaninya kecuali sekedar riya’.
Dalam hal ini ditemukan hadis-hadis yang diriwayatkan (1) Umar bin Khatthab, (2) Anas bin Malik, (3) Abu Hurairah, dan (4) Hudzaifah bin Yaman.
Karena keterbatasan karakter, penulis paparkan hadis yang diriwayarkan Umar bin Khatthab sebagai berikut:
Hadis Umar bin Khatthab
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَّلُ مَا يُرْفَعُ مِنَ النَّاسِ الْأَمَانَةُ، وَآخِرُ مَا يَبْقَى مِنْ دِينِهِمُ الصَلَاةُ، وَرُبَّ مُصَلٍّ لَا خَلَاقَ لَهُ عِنْدَ اللهِ
Dinarasikan Umar bin Khatthab ra., Rasulullah saw. bersabda: Hal yang pertama terangkat dari manusia adalah sifat amanah, tanda terakhir dari perkara agama mereka tinggal shalat, padahal boleh jadi pelakunya jusru orang yang tidak mendapatkan bagian apa pun di sisi Allah (lantaran kemunafikannya). Hr. Thabrani dalam Mu’jam Kabir: 387. Periksa Shahih Jami’ Shaghir: 2575. Itulah sebabnya ditemukan hadis-hadis yang menjelaskan sikap tidak amanah merupakan bagian dari dosa-dosa besar.