#Perspektif

Gaza, Genosida, dan Persidangan ICJ

Oleh: Hajriyanto Y. Thohari (Pengamat Timur Tengah yang kini tinggal di Beirut)

Meskipun Israel sekarang ini sedang menghadapi sidang di Pengadilan Internasional atau The International Courts of Justice (ICJ) atau International Criminal Court (ICC) di The Hague (Den Haag), Belanda, dengan tuduhan yang sangat serius: telah melakukan genosida terhadap bangsa Palestina di Gaza, walaupun begitu Israel tetap saja terus melakukan serangan udara dan darat yang sangat brutal ke Gaza. Jumlah korban tewas di Gaza terus bertambah menjadi 23.708 jiwa, korban luka 60.005 orang. Pembaca mungkin bisa membayangkan kira-kira Presiden, Perdana Menteri, anggota parlemen, pimpinan tentara, dan orang-orang Israel ini manusia jenis apa sehingga begitu tidak beradabnya. Bayangkan negaranya sekarang digugat ke pengadilan oleh Afrika Selatan (South Africa) dengan tuduhan telah melakukan genosida alih-alih berhenti, melainkan justru semakin bernafsu melakukan agresi dan serangan udara. Dalam ungkapan Jawa mungkin mirip dengan ungkapan rindik asu digitik!

            Bukan hanya agresi militer Israel ke Gaza yang tidak berhenti, melainkan juga kekerasan militer terhadap orang-orang Palestina di Tepi Barat (West Bank) seperti di Ramallah, Jenin, Hebron, dan kota-kota lainnya malah semakin meningkat. Bukan hanya ribuan orang-orang Palestina yang ditangkap dan dipenjarakan, melainkan juga korban jiwa terus berjatuhan sampai detik ini. Bukan hanya di Palestina, tetapi juga serangan militer melebar ke Lebanon Selatan, terutama serangan udara (pesawat tempur, drone, missile, roke, dan sejenisnya) juga terus meningkat. Di dalam negeri, Israel terus melancarkan operasi militer dan kemanan di mana aparat keamanan Israel mengklaim menangkap para “teroris”. Sementara ke luar Israel terus melakukan eskalasi penyerangan ke negara-negara tetangganya seperti Lebanon dan Suriah. Banyak pihak mensinyalir bahwa jika perilaku Israel semacam itu terus berkepanjangan, maka aksi Intifadah Ketiga akan terjadi di Palestina.

Genosida dan Pembersihan Etnis

            Genosida (genocide) adalah istilah yang berarti pembunuhan massal. Jika genosida diarahkan kepada salah satu etnis (suku atau suku bangsa), maka biasanya disebut ethnic cleansing yang artinya pembersihan etnis. Genosida atau ethnic cleansing adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Artinya, negara Afrika Selatan secara resmi menyeret Israel dengan tuduhan sebagai telah melakukan pembunuhan massal atau pembersihan etnis terhadap bangsa Palestina terutama di jalur Gaza. Saya rasa Afrika Selatan, sebuah negara yang baru berhasil meruntuhkan pemerintahan apartheid pada tahun 1994 itu telah tampil luar biasa berani: menyeret Israel ke pengadilan. Padahal Israel didukung oleh negara adidaya dunia yang sangat hegemonik, Amerika Serikat, dan negara-negara Barat yang sangat maju, kaya dan kuat pengaruhnya secara global seperti Inggris, Perancis, Canada, Jerman, Australia, New Zealand, dan lain-lainnya. Negara-negara Barat ini menolak secara kategoris upaya hukum yang ditempuh oleh Afrika Selatan.

Langkah berani Afrika Selatan itu benar-benar sangat mengesankan sekaligus mengejutkan. Bayangkan, bukan negara-negara Arab yang mengklaim sesama bangsa Arab dengan warga Palestina; bukan Turki yang sering sangat keras mengutuk Israel; bukan pula Iran yang sering sangat garang mengancam, menyerang dan akan menghancurkan Israel; juga bukan Indonesia atau Pakistan atau Bangladesh yang jumlah penduduk Muslimnya terbesar di dunia;  bahkan bukan negara-negara Islam atau negara-negara yang mayoritas Muslim lainnya yang tergabung dalam OKI (OIC); melainkan negara Afrika Selatan yang justru dengan penuh percaya diri menyeret Israel ke ICJ!

Negara-negara yang penulis sebut secara berderet-deret tersebut di paragraf atas, malah tidak ikut menjadi pihak penggugat yang bersama-sama menyeret negara Zionis Israel ke meja hijau di The Hague dengan tuduhan melakukan genosida, melainkan hanya memberikan dukungan saja kepada Afrika Selatan (Konon ada 42 negara yang memberikan dukungan kepada Afrika Selatan). Cukup menarik bahwa Afrika Selatan sendiri menyatakan sebenarnya agak keberatan apabila ada negara lain yang ikut bergabung dengannya sebagai pihak Penggugat, oleh karena dikhawatirkan sidang-sidang di ICJ justru akan berlangsung lama dan bertele-tele. Sementara warga Palestina di Gaza akan terus mengalami penderitaan yang berkepanjangan dan tak berkesudahan akibat gempuran udara (airstrike) dan darat yang masih terus berlanjut sampai detik ini.

Sungguh negara di ujung Afrika paling selatan yang pernah dipimpin oleh Nelson Mandela, seorang pejuang anti-Apartheid yang cemerlang, itu benar-benar telah tampil sebagai pelopor penegakan hak asasi manusia di pentas dunia. Kita bukan hanya betul-betul angkat topi setinggi langit kepada negara yang berpenduduk hanya sekitar 62 juta jiwa itu, melainkan juga takdzim, kagum dan takjub dengan negeri itu. Mereka adalah bangsa yang paling menghayati pentingnya pemuliaan hak asasi manusia karena selama 46 tahun (1948-1994) ditindas secara sangat kejam di bawah rezim Apartheid. Harap dicatat, dulu negara-negara Barat yang sering mengklaim sebagai bangsa yang maju dan beradab itu, yang kini menjadi pendukung kelas satu Zionisme Israel itu, adalah juga pendukung-pendukung protagonis Apartheid di Afrika Selatan.

Bagaimana Hasil ICJ?

Baiklah hal itu kita tinggalkan dulu. Satu hal yang ingin penulis kemukakan adalah bahwa meski tengah diseret ke pengadilan internasional ICJ, Israel seolah tidak peduli: terus melakukan pembunuhan masal atau ethnic cleansing. Jumlah korban tewas di Gaza sampai ketika artikel ini ditulis (15 Januari 2024) telah bertambah menjadi 23.708 jiwa, korban luka 60.005 orang. Ini belum terhitung korban-korban yang kemungkinan besar terkubur di bawah reruntuhan bangunan, karena pengeboman Israel yang bertubi-tubi dan sangat brutal.

Kini proses persidangan sesuai dengan hukum acara di ICJ telah mulai bergulir sejak 11 Januari 2024. Afrika Selatan dan Israel masing-masing telah menyampaikan argumentasi di ICJ terkait tuduhan genosida Israel tersebut. Argumentasi Afrika Selatan cukup kuat dan sudah banyak diketahui umum, hanya saja menurut beberapa analis hukum belum ada dokumen tertulis tentang kebijakan genosida kecuali pernyataan-pernyataan pejabat Israel. Sementara bantahan Israel tidak mengandung argumentasi yang baru bahwa apa yang dilakukannya terhadap Gaza selama seratus hari terakhir tanpa jeda ini adalah pembelaan diri belaka terhadap serangan terorisme. Argumen-argumen politik dan diplomatik yang dilansir Israel selain itu adalah bahwa jumlah korban sipil yang tewas karena serangan Israel belum tentu benar sebesar 23.708 jiwa.

Satu hal sangat menarik adalah bahwa negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Canada, dan beberapa negara Barat lainnya, menyatakan dengan tegas akan memberikan dukungan kepada Israel baik di dalam persidangan maupun di luar persidangan, sebagai pihak ketiga di ICJ. Hanya saja belum diketahui secara pasti bentuk dukungan yang akan diberikan oleh negara-negara tersebut, apakah melalui pernyataan lisan ataukah dalam bentuk tertulis. Dukungan Jerman ini sangat menarik dan mengundang pertanyaan yang serius. Pasalnya Jerman adalah bangsa yang memiliki sejarah kelam terkait dengan kaum Yahudi.

Dukungan Jerman terhadap Israel dalam menghadapi tuduhan melakukan genosida terhadap bangsa Palestina ini sangat mungkin karena negara yang kalah dalam Perang Dunia kedua tersebut ingin menebus dosa besarnya atas pembunuhan masal orang-orang Yahudi di Eropa dalam peristiwa holocaust yang mengerikan itu. Jika benar motivasi itu yang mendasari langkahnya, sungguh sangatlah ironis. Jerman tidak menaruh simpati dan empati kepada bangsa Palestina yang mengalami hal yang nyaris sama seperti yang dialami oleh orang-orang Yahudi di masa lalu. Manusia memang benar-benar makhluk yang tidak selalu bisa belajar dari kesalahan-kesalahannya di masa lalu.

Bagaimana akhir dari persidangan di ICJ harus kita tunggu dalam beberapa waktu ke depan. Kita berharap persidangan akan berlangsung dengan hasil seperti yang kita harapkan. Jika para pelaku kejahatan perang di Balkan (Serbia) dalam pembersihan etnis di Bosnia dan Kosovo dapat dibuktikan dan para petinggi militer dihukum secara maksimal, maka mestinya tuduhan genosida di Gaza juga akan terbukti. Kita berdoa semoga para pelaku dan penanggungjawab genosida divonis penjara secara maksimal sebagai pembelajaran bagi umat manusia sejagat. Demikianlah harapan kemanusiaan sejagat dewasa ini.

Sementara dalam waktu dekat kemungkinan keputusan sela ICJ dapat diputuskan sehingga penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza yang remuk redam dan nyaris hancur-sehancur-hancurnya itu dapat dilakukan tanpa halangan dari rezim Zionis Israel. Jika penyaluran bantuan kemanusiaan ke Gaza dapat berjalan dengan lancar dalam jumlah yang mendekati kebutuhan warga Gaza, maka insya Allah jumlah korban yang sudah sangat besar itu tidak akan bertambah semakin besar lagi. Semoga!

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *