Paralelisme
Oleh: Syafiq A. Mughni (Guru Besar UIN Sunan Ampel; Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
Dalam sejarah gereja dikenal reformisme atau gerakan pembaharuan pada abad pertengahan masehi. Gerakan itu dipelopori oleh seorang teolog Martin Luther yang lahir di Jerman pada 10 November 1483. Gerakan itulah yang melahirkan Agama Protestan yang berpisah dari Agama Katolik. Ia dipandang sebagai tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Barat dan Agama Kristen. Pikiran-pikirannya menolak berbagai ajaran dan tradisi Gereja Katolik Roma. Pada 1520, Paus Leo X menuntut agar dia bertobat tetapi menolak. Karena itu, ia dinyatakan murtad atau kafir pada Januari 1521.
Ia mengajarkan bahwa keselamatan tidak diperoleh dari perbuatan tetapi dari rahmat Tuhan melalui keyakinan dalam Yesus Kristus sebagai satu-satunya pemberi pengampunan atas dosa. Ajarannya menentang otoritas kepausan dengan mengajarkan bahwa Bibel adalah satu-satunya sumber kebenaran wahyu. Terjemahan Bibel yang dilakukan oleh Luther ke dalam Bahasa Jerman menyebabkan masyarakat umum memiliki akses ke kitab suci itu. Hal ini memberikan dampak yang luas.
Melalui studinya tentang Bibel, ia yakin terjadi korupsi atau penyimpangan di kalangan Gereja. Ia mengajarkan bahwa orang Kristen harus memiliki keyakinan yang kokoh untuk memperoleh keslematan dengan jalan kembali kepada Bibel. Keyakinan tersebut bertentangan dengan ajaran dan tradisi Katolik yang dianggap memperjualbelikan pengampunan dalam posisinya sebagai perantara terhadap Yesus Kristus. Ia menyatakan bahwa Paus telah menyalahgunakan Kitab Suci dan bahwa Paus bukanlah di atas Kitab Suci. Ia juga menyatakan bahwa kepausan dan Gereja Roma adalah dajjal (antichrist) yang akan menghancurkan agama Kristen.
Orang kedua yang barangkali penting dalam perkembangan gereja adalah John Calvin (Yohannes Calvin), yang lahir di Prancis pada 1509. Ia merupakan tokoh terpenting dalam Protestan dari generasi kedua dalam sejarah reformasi di Prancis. Ajaran-ajarannya memiliki dampak yang sangat besar dalam masyarakat modern. Calvin bukanlah sekedar perumus dari pandangan-pandangan Luther. Ia memang mengikuti pandangan Luther tentang dosa warisan, Kitab Suci, ketergantungan manusia pada rahmat Tuhan, dan kebenaran melalui keyakinan semata.
Tetapi Calvin menekankan kemahakuasaan dan kemahaagungan Tuhan. Calvin dipandang sebagai tokoh yang menekankan puritanisme dalam ajaran Kristen. Ajaran-ajarannya dipandang sebagai spirit bagi berkembangnya Kapitalisme modern di negara-negara Barat. Ini bisa dilihat dalam karya klasik Max Weber dalam bukunya yang berjudul The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1930).
Ada paralelisme atau perkembangan yang mirip antara apa yang terjadi di Eropa dengan apa yang terjadi di Asia. Seorang sosiolog ternama Willem F. Wertheim menulis sebuah buku East-West Parallel: Sociological Approaches to Modern Asia (1965). Dalam buku itu ia membahas, antara lain, fenomena yang mirip antara Protestantisme di Eropa dan gerakan pembaharuan Islam di Asia. Kedua-duanya menjadi kekuatan besar bagi masyarakat modern.
Penulis lain yang lebih muda, James Peacock secara spesifik menulis tentang gerakan pembaharuan Islam di Asia Tenggara. Bukunya bejudul Muslim Puritans: Reformist Psychology in Southeast Asian Islam (1978). Ia menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan reform paling signifikan dan akan memainkan peran besar dalam kebangkitan kewirausahaan di kalangan umat Islam. Perannya mirip dengan apa yang telah dilakukan oleh gerakan puritan Protestan di Eropa.
Paralelisme antara Protestantisme di kalangan gereja dan Tajdidiyah (pembaharuan) di kalangan umat Islam difahami berdasarkan kenyataan bahwa kedua-duanya merupakan kritik atau perlawanan terhadap korupsi agama yang dilakukan oleh elit agama. Mereka mengritik bid’ah dan khurafat, serta semua bentuk penyimpangan dari Kitab Suci. Ketika mengunjungi Kota Jenewa, saya mencoba mencari makam John Calvin. Ternyata berada di kompleks pemakaman umum. Makamnya tidak berbeda dari makam-makan orang awam yang sederhana. Tidak ada kesan sebagai makam orang besar yang punya andil dalam melahirkan Kapitalisme modern. Tidak ada pengikutnya yang minta syafaat di makam itu. Ini tidak beda dari makam tokoh-tokoh Muhammadiyah.
Tentu saja di dalam paralelisme itu terdapat perbedaan karena masing-masing gerakan itu lahir dari agama yang berbeda dan tumbuh dalam konteks masyarakat yang berbeda pula. Namun demikian, baik Protestantisme maupun Tajdidiyah telah menjadi gelombang sejarah global yang mempengaruhi alam pikiran umat manusia.