#Artikel 3 #Budaya

Model Dakwah Kultural Muhammadiyah

Politisi PDIP Faozan Amar menyampaikan, ada tiga langkah yang perlu dilakukan Muhammadiyah agar bisa menjadi tenda besar (kultural) bagi seluruh golongan. Pertama, kembali ke khittah Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah yang rahmatan lil alamin. Kedua, pimpinan Muhammadiyah harus memberikan teladan yang baik (uswatun hasanah) dalam berbagai aspek kehidupan, yakni dengan bersikap egaliter, rendah hati, luas pergaulan, memiliki kedalaman ilmu yang memadai dan selesai dengan urusan dirinya.

“Ketiga, kader-kader Muhammadiyah harus memperluas spektrum pergaulan dan memperkaya cakrawala terhadap penguasaan ilmu pengetahun dan teknologi. Sehingga mampu menjadi pelopor, pelangsung, dan penyempurna cita-cita Muhammadiyah,” ujar Dosen FEB UHAMKA ini.

Dia menjelaskan, secara konseptual dakwah kultural telah digagas sejak 20 tahun lalu. Tepatnya pada Tanwir Muhammadiyah tahun 2002 di Bali. Gagasan tersebut untuk merespons kemajemukan masyarakat dan situasi yang semakin kompleks, agar para dai Muhammadiyah dapat bersikap arif, bijaksana, cerdas, dan kreatif dalam berdakwah. Penanaman nilai-nilai ajaran Islam dalam seluruh dimensi kehidupan manusia harus memperhatikan potensi, keadaan, dan kecenderungan manusia (secara individu dan kolektif) sebagai makhluk budaya yang hidup di tengah masyarakat dengan kultur yang berbeda-beda.

“Dalam buku Dakwah Kultural Muhammadiyah (2004) disebutkan bahwa dakwah kultural lebih dimaksudkan untuk menjawab tantangan zaman, dengan seluruh wewenangnya untuk memberikan apresiasi terhadap budaya yang berkembang. Serta menerima dan menciptakan budaya yang baru dan lebih baik sesuai dengan pesan Islam sebagai rahmatan lil alamin. Dalam hal ini Muhammadiyah hanya mengubah strategi dakwah menjadi lebih dinamis, kreatif, dan inovatif yang sesuai dengan tuntutan zaman,” terang dia.

Model dakwah itu telah diamalkan langsung oleh Nabi Muhammad Saw, sehingga mengundang simpati banyak orang untuk memeluk Islam. Sebab, berislam tidak berarti harus jauh dari dunia seni atau bersikap anti kesenian. Jika beragama Islam merupakan fitrah manusia, maka berkesenian pun adalah naluri manusia. Berpijak pada nilai-nilai fitrah kemanusiaan yang cenderung kepada kebenaran dan kebajikan, maka sesungguhnya berkesenian yang mengekspresikan keindahan itu juga dapat merefleksikan nilai-nilai kebenaran dan kebajikan bagi kemaslahatan hidup umat manusia. Seni yang menghasilkan keindahan adalah wujud refleksi dan ekspresi jamaliyah Tuhan yang Maha Indah.

“Dakwah itu kan mengajak kepada kebaikan. Tolak ukurnya adalah sejauh mana dakwah yang dilakukan memberikan manfaat. Tidak hanya untuk yang menjadi obyek dakwah tetapi juga bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya menuju ke arah kehidupan yang lebih baik. Karena itu dalam berdakwah tidak hanya diperlukan materi dan metode yang tepat. Tetapi juga konsistensi dalam melaksanakannya (istiqomah). Dari situlah akan terlihat keberhasilan dakwah. Alhamdulillah sejak awal berdirinya hingga sekarang Muhammadiyah istiqomah dalam berdakwah, dan umat bisa menilai dan menikmati hasilnya,” kata dia. ILMI

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *