Pelajaran dari Ulat
Oleh Nur Cholis Huda (Penasehat PWM Jawa Timur)
Ulat itu binatang perusak. Ia merusak daun tumbuhan dan merusak buahnya. Jika daun banyak berlubang dimakan ulat maka oksigen yang dibutuhkan tanaman berkurang. Tanaman tidak bisa tumbuh segar. Buah yang dimakan ulat tidak bisa dimakan manusia. Fisik ulat juga jelek menjijikkan. Jadi ulat itu binatang menjijikkan dan merugikan manusia.
Tapi ada pelajaran penting dari ulat. Orang-orang tua kita menasehati kepada anak -anak muda yang berpuasa agar mencontoh ulat. Lo, kok mencontoh ulat? Bukan dalam hal merusak tanaman tetapi dalam kesungguhan berpuasa. Ulat jika berpuasa dia berada dalam kepompong. Tidak makan dan tidak minum berhari-hari. Dia melakukan dengan penuh kesungguhan. Ketika puasanya selesai, ulat keluar dari kepompong. Tapi kali ini dalam bentuk yang jauh berbeda dari sebelumnya.
Ketika masuk kepompong ulat dalam bentuk menjijikkan. Ketika keluar dari kepompong berubah menjadi kupu-kupu. Binatang yang indah dan banyak disukai anak-anak. Itulah hasil puasa ulat. Terjadi perubahan yang luar biasa. Dari binatang yang menjijikkan berubah menjadi binatang yang indah menyenangkan.
Kalau dalam bahasa puasa, ulat menunjukkan contoh berpuasa yang mencapai takwa. Yaitu perubahan luar biasa dari keadaan merusak menjadi tidak merusak. Dari bentuk yang menjijikkan menjadi bentuk yang cantik dan menarik. Lalu perubahan apa yang kita tunjukkan ketika berpuasa dan menjadi orang yang bertakwa? Apa tanda dari hasil puasa kita? Perubahan apa yang terjadi pada kita?
Pertanyaan ini tidak butuh jawaban lisan tetapi dengan perubahan yang terjadi pada diri kita. Kata “taqwa” dalam Al-Qur’an yang berkaitan dengan puasa dinyatakan dengan fi’il mudharik atau kata kerja. Artinya takwa itu tidak barang jadi tetapi sesatu yang harus terus menerus diperjuangkan. Tidak sekali jadi. Harus dirawat dan dijaga terus menerus.
Ada banyak pesan moral yang bekaitan dengan puasa. Pertama yang paling menonjol adalah kejujuran. Inilah pintu segala kebaikan. Tidak akan ada kebaikan tanpa kejujuran. Sedangkan sumber segala keburukan adalah kebohongan, penghianatan, dan kecurangan. Orang berpuasa ada banyak peluang untuk tidak jujur. Pura-pura berpuasa. Padahal dengan diam-diam sudah makan atau minum. Tapi kita tidak lakukan itu. Kita tetap berpuasa. Kita jujur kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada orang lain dan terutama kepada Tuhan yang selalu mengawasi semua perilaku makhluk-Nya.
Apakah kejujuran telah membekas dalam kehidupan kita setelah berpusa? Jika satu sifat ini saja yaitu kejujuran membekas nyata, alangkah hebatnya kehidupan. Akan terjadi perubahan besar yang mengagumkan. Tidak ada lagi korupsi. Tidak ada manipulasi. Tidak ada lagi nepotisme terang-terangan atau tersembunyi dan macam-macam perilaku negaif lainnya. Tapi tampaknya kini kejujuran masih utopia, baru impian. Setiap tahun Ramadan datang. Setiap tahun kita selalu berpuasa. Tapi kejujuran belum mendekat. Tidak jelas moralitas apa yang tersisa dari puasa kita. Itu memang pertanyaan penting untuk mengevaluasi diri kita sendiri.
Tentu kejujuran bukan satu-satunya moral yang diajarkan dalam ibadah puasa. Misalnya keikhlasan. Inilah ruh dari semua perbuatan. Tanpa keikhlasan maka perbuatan itu seperti barang mati. Tidak ada yang menarik dari barang yang sudah mati. Bukan saja hilang kesegaran tetapi juga kadang bau. Itulah amal tanpa keikhlasan. Tuhan tidak tertarik dengan barang yang sudah mati apalagi sudah bau. Dan amal itu tidak akan dipedulikan.
Nilai lain dari puasa adalah keikhlasan. Ikhlas artinya murni. Tidak bercampur dengan yang lain. Surat “al Ikhlas” artinya surat tentang ketauhidan yang murni. Tidak bercampur dengan segala sesuatu yang mengotori kesucian Tuhan. Perbuatan ikhlas artinya dalam perbuatan itu tidak bercampur dengan ambisi pribadi atau kepentingan lain yang tersembunyi. Tidak ada pamrih. Kalau melakukan satu kebaikan maka tidak untuk popularitas atau pencitraan. Dia lurus pada tujuan semula. Sungguh menyenangkan hidup apa adanya. Tidak ada pura-pura. Tapi moral kehidupan sekarang sudah terkena macam-macam polusi sehingga tidak lagi murni. Tidak lagi ikhlas.
Puasa merupakan latihan batin agar kita bisa hidup bahagia. Hidup apa adanya. Tidak dalam pencitraan dan kepura-puraan. Ulat berpuasa berubah menjadi kupu-kupu. Perubahan apa yang terjadi dalam hidup kita setelah berpuasa?