Penyebab Masyarakat Apatis pada Politik
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Suli Daim menuturkan, banyak masyarakat yang acuh tak acuh terhadap masa depan politik bangsa, lantaran isu-isu publik yang banyak dihiasi oleh politisi ‘tidak sehat’. Apalagi perilaku politik pasca reformasi. Kala itu masyarakat menganggap bahwa politik tidak bisa menciptakan perubahan dan memberi nilai tambah bagi mereka.
“Terkadang masyarakat menyimpulkan ‘buat apa kita berpolitik, wong kita cari makan saja susah, kebutuhan hidup susah’. Kondisi seperti inilah yang pada akhirnya menjadi tugas kita untuk mengedukasi masyarakat. Politik sejatinya merupakan instrumen penting untuk menciptakan perubahan. Sebab politik identik dengan menjalankan kekuasaan. Jikalau kekuasaan ada dalam genggaman, baik dalam lingkup eksekutif maupun legislatif, bukan mustahil kemaslahatan dan cita-cita umat akan terwujud,” ujarnya.
Oleh karena itu, sambung Suli Daim, mereka yang memiliki kapasitas dan integritas harus masuk dalam partai politik. Supaya kedudukan dan jabatan publik tidak dipenuhi oleh para politisi culas. Karena jabatan publik merupakan posisi strategis, yang dapat memberi perubahan secara riil melalui kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki.
“Ambil contoh, ketika ada kemunkaran di suatu daerah, terus orang biasa bilang bahwa tempat ini ditutup. Bandingkan dengan kalau ia menjadi seorang bupati atau walikota, kemudian buat SK bahwa lokalisasi ini ditutup, maka orang tidak akan berani menentang. Dakwah itu tidak cukup selesai dalam masjid. Sebab memberikan ceramah kepada orang-orang yang baik itu sudah banyak, dibandingkan menceramahi orang yang tidak baik,” paparnya.
“Di situlah perubahan bisa dilakukan, yakni dengan kita berdiri di tengah-tengah orang yang tidak baik kemudian mengubahnya. Inilah yang harus dipahami oleh kader-kader Muhammadiyah. Jika ada orang baik kemudian tidak mau berada di kekuasaan politik, jangan salahkan jika yang mengambil alih kekuasaan itu adalah orang yang tidak baik. Jangan berbicara politik ini kotor sedangkan dia sendiri tidak mau masuk politik,” sambungnya.
Melihat pentingnya pemahaman politik untuk kader Persyarikatan, maka dia berkeinginan membuka wacana diskursus politik. Supaya sektor ini tidak dipandang tabu oleh para aktivis di Muhammadiah, Ortom maupun kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
“Maka menjadi penting untuk memahami pendidikan politik, sebab proses politik adalah bagian dari upaya kita untuk melakukan perubahan. Sebagaimana dalam QS Ar-Ra’ad ayat 11, yang mana bahwasanya Allah tidak akan mengubah suatu kaum melainkan mereka mengubahnya sendiri. Sekarang ini, posisi AUM mana yang tidak ada politiknya? Ya janganlah kita mengingkari itu. Dakwah yang sesungguhnya adalah dakwah di politik. Jadi, rebut kekuasaan untuk melakukan perubahan. Kekuasaan didapatkan di antaranya dengan masuk ke partai politik,” simpulnya. MTN