Mantan Bupati Bojonegoro: Warga Muhammadiyah Harus Melek Politik
Mantan Bupati Bojonegoro periode 2008-2018 Suyoto menjelaskan, politik merupakan salah satu instrumen yang memberi ruang kepada pejabat untuk membuat regulasi dan juga mengalokasikan segala sumber daya publik untuk kemaslahatan bersama. Untuk itu Warga Muhammadiyah yang meyakini Islam sebagai rujukan utama sebagai kehidupan rahmatan lil’ alamin harus melek politik.
“Tidak cukup dengan dakwah. Tidak cukup dengan ekonomi. Tapi perlu politik. Tidak ada istilah netral dalam politik. Karena netral terhadap politik yang condong pada kejahatan, sama saja dengan bagian dari kejahatan itu,” katanya.
“Minimal warga Muhammadiyah itu kalau tidak sanggup ikut merebut, dia harus memilih. Dan pilihan pun harus didasari kesadaran, niatan untuk mempebaiki kehidupan, pengetahauan yang dipilih, dan juga kemampuanya dalam membuat kebijakan publik,” paparnya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik periode 2000-2004 itu berharap, warga Muhammadiyah mampu merebut panggung-panggung politik. Para kader perlu belajar mengenai kebijakan publik dan tentang tata cara menggunakan kekuasaan.
“Kader Muhammadiyah berhasil duduk di posisi politik atau birokrasi, berarti dia berhasil menjalankan misi Muhammadiyah. Karena misi Muhammadiyah itu rahmatan lil alamin. Memajukan kehidupan agar mendapat ridho dari Allah SWT,” ujarnya.
Dia menerangkan, ada tiga tipe kader Muhammadiyah dalam berpolitik. Pertama, kader yang masih sibuk dengan simbolisme. Kedua, permisivisme. Yaitu ketika masuk dalam politik, dia lupa nilai-nilai kemuhammadiyahannya. Ketiga yaitu dia tahu nilai-nilai dasar bermuhammadiyah dan mengimplementasikan secara praksis.
“Orang bermuhammadiyah itu kan sebenarnya beramal soleh membangun gerakan, bukan untuk berebut kekuasaan. Banyak kader Muhammadiyah yang sukses di luar dari berbagai bidang dan kembali di Muhammadiyah untuk beramal,” katanya. MTN