#Artikel 1

Kriminolog: Meningkatnya Data Kejahatan Seks Itu Hal Positif

Kriminolog Reza Indragiri melihat angka kasus kejahatan seksual di Indonesia layaknya fenomena gunung es. Jumlah atau frekuensi yang sesungguhnya, tidak akan pernah diketahui. Pasalnya, yang terekspose dan terpotret hanya pucuknya saja. Dengan demikian, meningkatnya data kejahatan seksual bisa dinilai sebagi sesuatu yang positif. Karena menunjukkan bahwa upaya dan kualitas pendataan terkait insiden tersebut semakin baik dan terus mengalami perkembangan.

“Implikasinya, karena merupakan insiden yang terdokumentasikan, maka alih-alih kita panik atau takut, apalagi mimpi buruk. Justru itu menjadi hal yang positif. Karena data itu semakin lama semakin terdokumentasi dengan baik. Itu merupakan hasil dari tiga hal. Pertama korban, masyarakat atau keluarga lebih berani melapor. Kedua, penegak hukum lebih serius dalam melakukan penanganan,” katanya.

Ketiga, media lebih gencar memberitakan. Kalau tiga itu tadi melakukan apa yang seperti saya katakan, maka sudah sepatutnya angka itu naik dari waktu ke waktu. Jadi sebenarnya ini bukan kabar buruk, tapi mungkin ada situasi yang membaik terkait dengan resiliensi atau daya lengking terhadap kasus-kasus kejahatan seksual,” sambungnya.

Menurut Reza, tidak ada teori tunggal yang bisa dipakai untuk menjelaskan kenapa kejahatan seksual terus saja berlangsung. Tapi ada banyak faktor yang bertalian satu sama lain yang menyebabkan kemunculan fenomena kompleks ini. Mulai dari masyarakatnya yang permisif terhadap pergaulan bebas, perundang-undangannya yang tidak matang, serta proses penegakan hukum yang lemah.

“Seperti beberapa waktu lalu ada kegegeran seorang perempuan muda yang bunuh diri karena dikabarkan dua kali aborsi. Pacarnya adalah oknum polisi. Kerisauan masyarakat ini menurut saya masuk akal, tapi dangkal. Kasus atau situasi ini tidak akan terjadi kalau oknum polisi dan perempuan tersebut tidak melakukan hubungan seks di luar pernikahan,” katanya.

Hubungan seks di luar pernikahan yang berlanjut dengan kehamilan yang kemudian memantik terjadinya perilaku aborsi. Jadi, kerisauan masyarakat harusnya lebih bergerak ke titik yang lebih hulu. Yaitu terkait kenapa masyarakat kita itu kemudian melakukan hubungan seks bebas di luar pernikahan. Bukan langsung pada kasus aborsinya,” imbuhnya.

Pergaulan bebas ini, menurut Reza, menjadi aspek yang terabaikan. Ditambah lagi, sikap pemerintah yang lebih gencar mengampanyekan pencegahan pernikahan dini daripada seks bebas.  

“Saya yakin sebanyak apapun jumlah pernikahan usia belia, jauh lebih banyak hubungan seks di luar pernikahan. Jadi secara kuantitatif paling tidak kita lebih punya alasan untuk khawatir tentang peristiwa yang terkait dengan hubungan seks di luar pernikahan, ketimbang nikah usia belia. Boleh jadi, di balik peristiwa kejahatan yang terpotret saat ini, ada masalah yang lebih serius lagi, yakni menyangkut dekadensi moral. Menyangkut kepekaan kita terhadap tindak tanduk yang sesungguhnya sudah sejak lama di tolak masyarakat, yaitu hubungan seks luar nikah,” terang Reza. ILMI

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *